Maret 2020 adalah awal dari berubahnya tatanan kehidupan masyarakat Indonesia yang disebabkan oleh makhluk kecil yang bernama Corona atau dikenal dengan istilah covid-19. Pandemi ini telah membuat kebingungan dan kekhawatiran berbagai kalangan. Mulai dari sekolah, kampus, dan kerja dirumahkan. Sehingga kegiatan-kegiatan mahasiswa di kampus juga menjadi terdampak. Banyak organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstra mengalami kebingungan terkait pelaksanaan kegiatannya. Termasuk salah satunya yaitu organisasi PMII.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu organisasi ekstra kampus yang ada di UIN Jakarta. Organisasi yang berlandaskan aswaja (ahlul sunnah wal jama’ah) ini setiap tahunnya selalu merekrut anggota untuk menjadi kader. Adapun tujuan dari perekrutan anggota ini adalah untuk regenerasi kader. Namun, di kondisi yang seperti sekarang ini yaitu pandemi covid-19 menyebabkan terjadi perubahan strategi perekrutan kader atau sistem kaderisasi berbeda dari masa-masa sebelumnya.
Dalam proses perjalanan kaderisasi, secara mendasar hal-hal yang dianggap sederhana seringkali menjadi hambatan dan juga keterbatasan bagi para penggerak kaderisasi di segala level. Begitu pun dengan PMII baik di level Rayon, Komisariat, sampai Cabang. Keterbatasan-keterbatasan tersebut seperti pendanaan, sempitnya akses, hingga sentimen dan ketidaksolidan antar pengurus kerap terjadi. Namun, hal tersebut bukanlah alasan untuk tidak menjalankan kaderisasi. Sebab para aktivis sering menemukan langkah yang disebut mengelola konflik atau masalah sebagai kekuatan. Itu merupakan kuncinya.
Di tengah kondisi yang memaksa ini kita harus berpikir tepat dan bergerak cepat, barangkali menjadi dilematis tersendiri bagi para kader-kader penggerak di tingkat bawah. Sebab proses kaderisasi nantinya akan terhambat seiring dengan ketetapan regulasi yang belum ada. Sejatinya proses mencari dan mengejar keilmuan tidak boleh terputus selagi hidup kita masih bernafas (Tholalabul ‘ilmi faridhotun ‘alaa kulli muslimin wal muslimat minal mahdi ilal lahdi). Hal inilah yang menjadi dasar bahwa dalam situasi dan kondisi apapun kita selagi masih hidup dan bernafas tetap wajib untuk terus belajar. Berlaku juga untuk proses kaderisasi yang merupakan proses regenerasi penerus yang lebih berkualitas tidak boleh terhenti. Di tengah pandemi ini tetap harus dilaksanakan yaitu dengan mengadakan kaderisasi secara daring.
Soal teknis dan komponen-komponen dalam kaderisasi online menjadi polemik tersendiri yang harus diperhatikan agar dalam pelaksanaannya bisa berjalan sebagaimana mestinya. Sebab jika kaderisasi online sudah dilakukan oleh para kader-kader penggerak kaderisasi, jangan sampai kaderisasi hhanya memenuhi data statistik (kuantitas) belaka di tubuh PMII. Sebab hal tersebut tidak ada bedanya dengan partai yang hanya mengekspliotasi SDM-nya. Kaderisasi harus mempunyai kesadaran nilai. Sehingga para kader-kader PMII nantinya akan menjadi kader yang kuat dan tangguh baik secara ideologis maupun kualitas keimanan dan keilmuannya.
Sejak Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) membuat keputusan yang sama dengan pemerintah untuk memutus mata rantai covid-19 (surat instruksi), dampaknya pada pengkaderan pun cukup signifikan. Sehingga wabah atau pandemi covid-19 ini menyebabkan diskusi-diskusi verbal, ngopi diwarung-warung pinggir jalan, lingkaran intelaktual, sampai PKD yang biasanya offline harus dilaksanakan online atau diadakan offline namun memenuhi aturan atau protokol kesehatan.
0 Komentar